Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dikelola oleh umat Islam dengan tujuan
untuk menanamkan nilai-nilai Islam kepada peserta didiknya. Terdapat 3 macam
sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang berkembang di Indonesia pada saat
sekarang ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan di Langgar/Surau
Hampir di setiap desa di pulau Jawa terdapat
tempat peribadatan bagi warga muslim. Tempat tersebut dikelola oleh seorang
petugas yang disebut amil, modin, atau lebai (di Sumatera). Petugas tersebut
berfungsi ganda. Disamping memberikan doa pada waktu ada upacara keluarga desa,
ia juga dapat berfungsi sebagai guru agama.
Pelajaran agama yang diberikan di langgar atau
surau adalah pelajaran dasar. Para anak didik mulai mempelajari abjad dalam
huruf Arab atau kadang-kadang langsung menirukan guru yang membacakan surat
dalam Kitab Al-Qur'an. Tujuan pendidikan dan pengajaran ini adalah agar anak
didik mampu membaca isi Al-Qur'an dengan baik. Juga diharapkan mereka dapat
melagukan bacaan Al-Qur'an menurut irama tertentu.
Pelajaran biasanya dilakukan pada pagi atau
petang hari selama sekitar satu sampai dua jam. Pelajaran dapat diselesaikan
selama beberapa bulan tetapi umumnya sekitar satu tahun. Setelah murid
menyelesaikan pelajaran membaca Al-Qur'an, diadakan selamatan dengan mengundang
makan teman-temannya atau kerabat dekat dirumah guru atau di langgar (surau).
Hubungan antara guru dan murid biasanya berlangsung terus, walaupun sang murid
kemudian meneruskan pendidikan ke lembaga yang lebih tinggi.
2. Pendidikan Pesantren
Pendidikan pesantren merupakan pengembangan
dari pendidikan surau dan langgar. Lembaga ini telah lama dikenal masyarakat
Islam di Indonesia. Ketika Belanda menyisihkan umat Islam dari model pendidikan
Belanda, lembaga seperti inilah yang menjadi penyangga pendidikan umat
Islam.
Pondok pesantren pada umumnya berada di daerah
pedesaan. Pimpinan pondok pesantren biasa disebut kiai. Ia seringkali
menjadi tokoh panutan masyarakat sekitar pondok. Siswa pondok pesantren disebut
santri. Para santri belajar pada bilik-bilik terpisah dan belajar
sendiri-sendiri. Sebagian besar waktu mereka dipergunakan untuk bekerja, baik
untuk membersihkan ruangan, halaman, maupun bercocok tanam. Para santri pada
masa itu umumnya telah dewasa dan dapat memenuhi kebutuhan sendiri.
Sistem pendidikan pondok pesantren mengajarkan
ilmu agama dan ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan santri, seperti bertani,
berladang, dan sebagainya. Hal ini didasari oleh alasan bahwa lulusan pondok
pesantren tidak mungkin ditarik untuk menjadi pegawai Belanda. Biasanya tamatan
pondok pesantren mendirikan pondok pesantren di daerah asalnya atau langsung
terjun ke tengah masyarakat.
Pondok pesantren memiliki hubungan dan
komunikasi langsung dengan masyarakat. Hal ini misalnya terlihat dari biaya
pendidikan yang umumnya berasal dari masyarakat, berupa infak, zakat, atau
sedekah. Hubungan antara santri dengan ustad tetap terjaga harmonis memskipun
santri telah menamatkan pendidikannya. Sejarah mencatat bahwa selama Masa
Penjajahan Belanda maupun Masa
Penjajahan Jepang, pondok pesantren tidak pernah berhenti menjalankan
fungsinya mencerdaskan bangsa walaupun dengan kondisi yang serba terbatas.
3. Pendidikan Madrasah
Sistem pendidikan madrasah pertama kali
didirikan dan dipelopori oleh Nizam El-Mulk seorang menteri dari dunia Arab pada
abad ke-11 M. ia mengadakan pembaharuan dengan memperkenalkan sistem pendidikan
yang semula bersifat murni teologi (ilmu ketuhanan) dan menambahkan ilmu-ilmu
yang bersifat keduniawian, seperti astronomi (ilmu perbintangan) dan ilmu
obat-obatan. Dalam perkembangannya, sistem pendidikan madrasah ini ada yang
sejajar dengan pendidikan dasar dan menengah.
Kalau pada sistem pendidikan pondok pesantren
tidak terdapat standar antara satu dengan yang lain, maka pada sistem pendidikan
madrasah diperkenalkan pembagian menurut kemampuan dan prestasi murid, kelompok
umur, dan metode klasikal. Artinya seorang guru mengajar di hadapan banyak murid
dalam satu kelas. Sistem dan metode ini sedikit banyak dipengaruhi oleh sistem
Barat yang digunakan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam
sekolah-sekolahnya.
Dalam jangka waktu tertentu diadakan evaluasi
terhadap para siswa mengenai prestasi belajarnya. Selain itu diperkenalkan pula
sistem ujian untuk menentukan seorang siswa bisa naik kelas atau tidak. Tanda
kelulusan dijadikan sebagai dasar penyelesaian suatu jenjang pendidikan tertentu
untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Di Indonesia, lembaga pendidikan madrasah
berkembang di seluruh pelosok tanah air. Meskipun sebagian ada yang dipengaruhi
oleh madrasah Darul Ulum dan Sahaulatyah di Mekkah, namun sistem pendidikan
Barat zaman kolonial seperti HIS, MULO, dan AMS turut mempengaruhinya. Walaupun
dasar pendidikan dan pengajarannya berlandaskan ilmu pengetahuan agama Islam,
mata pelajaran umum lainnya juga dipelajari.
Dalam kegiatan belajar mengajar, mula-mula
bahasa pengantar yang dipergunakan adalah bahasa daerah, kemudian berkembang
menjadi bahasa Melayu, dan akhirnya bahasa Indonesia. Madrasah yang setingkat
dengan sekolah dasar disebut Ibtidaiyah, yang setingkat dengan SMP
disebut Tsanawiyah, dan yang setingkat dengan SMA disebut
Aliyah.
0 Komentar untuk "Jenis Pendidikan dan Pengajaran Islam di Indonesia"